Sabtu, 08 Oktober 2016

Forgive But Not to Forget.

Hwaloooo lagi.

Ternyata bener apa kata pepatah. Ketika kamu berada di bawah, saat kamu berada dalam kesedihan, kamu akan benar-benar menemukan seseorang yang peduli/sayang sama kamu.
Yaps, sama halnya dengan saat aku berduka kemarin.
Aku bener-bener nggak nyangka begitu banyak teman dan sahabat yang dateng ke rumah, juga yang nggak sempat datang memberikan perhatian serta doa melalui media sosial.
Kenapa aku nggak nyangka? Karena, Papa bukan tipe orang yang suka ikut nimbrung kalo ada temen-temenku ke rumah kayak Mama. Tapi, temen-temenku ikut sedih ketika Papa meninggal. Disitu aku bener-bener "Ya Allah, Pa. Ternyata banyak yang doain Papa. Banyak yang sayang Papa termasuk temen-temen Adek". Terimakasih buat kalian semua :")

Tapi, ada satu hal yang masih mengganjal di hati dan pikiranku.
Kamu.
Kamu itu termasuk teman dekatku kan?
Tapi, kemana kamu disaat aku sedang berduka?
Hey, bukan. Ini bukan aku berduka karena aku patah hati.
Lebih dari sekedar patah hati.
But, where are you.....

Ya, walaupun kamu sempat mengucapkan bela sungkawa mu melalui line. Tapi, hanya itu?

Bukannya "Masa Bapaknya meninggal, masih sempet mikir ginian sih?"
Nggak. Aku nggak punya waktu untuk mikir beginian saat itu. Sungguh.
Aku pun baru sadar setelah teman-temanku, sahabat-sahabatku, satu persatu, hari demi hari, berdatangan. Tapi, kamu tidak. Dan, dari mereka pertanyaan itu muncul. "Dia udah dateng kan?"
Dan jawabannya, belum.

Ketika hari itu kamu hanya mengirimkan chat bela sungkawa, kuputuskan untuk tidak membacanya.
Sedikit ada rasa kecewa. Karena pikirku, ketika aku tidak membalas, bahkan tidak membaca pesannya, seharusnya kamu mengirimiku pesan lagi. Harusnya sih. Entah itu mengucapkan maaf karena tidak bisa datang atau apapun lah. Tapi ternyata tidak.

Beberapa hari kemudian, pesannya kubaca. Kamu? Tidak juga muncul.
Dan seketika itu juga, aku berterimakasih kepada Papa. Kepada Allah.
Mungkin melalui Papa, Allah ingin menunjukkan bagaimana kamu kepadaku....

Terlepas dari perasaanku kepadamu, aku bertanya-tanya.
Kemana dirimu di saat aku sedang bersedih dan butuh teman?
Walaupun aku tau, banyak teman/sahabat yang memberikan perhatian dan hiburan saat itu.
Tapi, kemana kamu?

Aku tidak pernah membencimu. Aku tidak membencimu hanya karena hal ini. Aku memaafkanmu. Aku memaafkan ketika kamu tidak berada dalam kesedihanku. Tapi, aku tidak bisa melupakan ini.

Kalaupun memang saat itu kamu ada masalah, ada sesuatu yang membuatmu tidak bisa datang, kenapa kamu, sampai saat ini, tidak pernah bercerita kepadaku? Karena aku tidak bertanya? Kenapa kamu tidak mempunyai inisiatif untuk memulai duluan?

Mungkin, aku salah. Aku yang salah karena tidak bertanya kepadamu.
Mungkin, aku salah. Aku yang salah karena terlalu menaruh harap kepadamu. Berharap kamu peduli.
Mungkin, aku juga salah. Aku minta maaf.

Sekali lagi, aku tidak membencimu hanya karena hal ini. Sesungguhnya aku ingin membicarakan masalah ini denganmu. Tapi, entah aku harus mulai darimana.
Aku sudah memaafkanmu, bahkan sebelum kamu minta maaf (jika kamu merasa salah). Tapi, aku tidak bisa melupakan ini.

Aku kecewa.
Aku kecewa karena aku membandingkan diriku dengan temanmu yang lain.
Aku ingat saat itu kamu langsung segera menghampiri temanmu yang sedang sumpek dan sedih.
Walaupun hujan, kamu menjemputnya, kamu mengajaknya jalan-jalan, kamu menghiburnya.
Tetapi, ketika aku, aku yang sedang bersedih, apakah hanya kata-kata yang kamu berikan kepadaku?
Apa hanya kata-kata yang aku butuhkan darimu?
Ketika beberapa waktu lalu temanmu itu bertanya kepadamu "Kita teman, kan?"
Rasanya aku juga ingin menanyakan hal itu padamu.
"Kita teman, kan?"

Dan setelah dua minggu, kamu baru muncul. Mengucapkan selamat dan memberikan semangat karena aku akan sidang. Terimakasih, setidaknya kamu ternyata agak perhatian denganku.

Sekarang, aku sudah memaafkanmu. Aku dan kamu sudah kembali normal. Seperti biasanya. Tetapi, tetap. Hal itu tidak pernah ku lupakan. Rasa kecewa itu.

Kalau suatu saat nanti kamu membaca ini, semoga kita sudah selesai membicarakan hal ini dan kita tetap seperti biasanya.
Kalau suatu saat nanti kamu membaca ini dan kita belum berbicara, bisakah kamu memberitauku? Karena aku ingin berbicara, kita selesaikan dengan baik-baik. Apa yang perlu diceritakan, apa yang perlu diselesaikan. Dan tentu saja semoga keadaan kita tetap seperti biasanya.
Dan jangan pernah berpikir untuk menghindar dari aku hanya karena hal ini. Karena sungguh aku sudah memaafkanmu dan tidak memutuskan untuk menjauhimu. Kita tetap berteman. Seperti biasanya. Hanya saja, kini aku tau bagaimana kamu terhadapku.

Jangan berpikir untuk menjauh. Kita tetap berteman. Seperti biasanya.
Ya, seperti biasanya.

Tidak ada komentar: